Cinta
Produk Dalam Negri
Setiap negara berkeinginan membuka diri
terhadap arus lalu lintas barang dan jasa internasional, Dengan adanya
perdagangan bebas tampaknya menjadi kebutuhan bagi negara-negara di dunia,
ASEAN Forum Trade Agreement - China merupakan bentuk skema dimana dapat
melakuan perdagangan bebas dalam suatu area/wilayah, Skema mewujudkan AFTA - China
melalui: penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan
kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Oleh karena itu,
hubungannya dengan AFTA bahwa Indonesia merupakan salah satu tujuan dari pasar
itu sendiri. Sudah mafhum produk-produk China menawarkan dengan harga yang
murah.
Salah satu ancaman produk kita adalah
membanjirnya produk-produk China. Produk-produk China yang masuk ke Indonesia
dengan harga yang sangat murah. Tentu saja konsumen akan memilih produk-produk
yang murah meskipun dengan kualitas yang sedang. Namun dalam jangka panjang
justru akan mengancam produk dalam negeri.
Kita tau bahwa batik menjadi produk domestik yang ngetren saat ini. Namun seperti yang kita ketahui potensi pasar batik di Indonesia ini juga dilirik oleh China. Produk batik mereka pun menyerbu pasar batik kita. Hal ini terjadi mulai tahun 2008, tahun di mana kita belum terikat perjanjian AFTA plus China. Lalu bagaimana nasib batik domestik kita sekarang ? Ketika produk China bisa dengan mudahnya membanjiri pasar kita dengan harga yang jauh lebih murah dari produk domestik ?
Kita tau bahwa batik menjadi produk domestik yang ngetren saat ini. Namun seperti yang kita ketahui potensi pasar batik di Indonesia ini juga dilirik oleh China. Produk batik mereka pun menyerbu pasar batik kita. Hal ini terjadi mulai tahun 2008, tahun di mana kita belum terikat perjanjian AFTA plus China. Lalu bagaimana nasib batik domestik kita sekarang ? Ketika produk China bisa dengan mudahnya membanjiri pasar kita dengan harga yang jauh lebih murah dari produk domestik ?
Pasar Klewer yang menjadi tempat
transaksi batik di Solo dan umumnya di Jawa, adalah tempat yang dapat dijadikan
acuan untuk mengetahui bagaimana penetrasi batik China terhadap pasar batik
saat ini dan bagaimana kesiapan pelaku bisnis batik domestic.
Untung nya...Pedagang dan pembatik di
pasar Klewer cukup optimis bahwa mereka tetap bisa eksis karena konsumen yang
berkunjung ke pasar Klewer biasanya adalah mereka yang cukup “fanatik” dengan
batik Solo, baik bahan, motif dan coraknya. Kedekatan budaya inilah yang jadi
sumber optimisme tersebut. “Orang menyukai batik Solo karena warnanya yang
kalem, motifnya yang mencerminkan budaya kita, dan bahannya yang beragam, mulai
dari sutera, katun, mori, dan sebagainya. Sementara batik China motifnya lain,
warna yang digunakan juga cukup “nyeter” alias terang, dengan warna dominan
hitam, merah dan kuning.
Mengenai apakah penjual akan menjual
produk China atau tidak, mengingat harganya yang lebih murah, pedagang pasar
Klewer mengungkapkan komitmennya bahwa mereka memprioritaskan akan menjual
batik Solo dan batik Indonesia lainnya. “Kita kan sudah menjalin hubungan baik
dengan para pembatiknya Pak.. ya sebisa mungkin kita lebih memilih menjual batik
mereka. Jika kita memilih menjual batik China, berarti kita membunuh usaha
kecil saudara kita sendiri.” Agak terharu mendengar komitmen pedagang tersebut,
semoga ini ga cuma lip-service aja dan juga menjadi keyakinan semua
pedagang batik di Indonesia.
Dalam hal ini pemerintah harus lebih
memproteksi batik maupun produk domestik lain, mulai dari proses produksinya
hingga distribusinya. Di skala produksi, pemerintah harus bisa menjaga
kestabilan harga bahan baku batik. Pemerintah harus bisa menjamin ketersediaannya
dengan harga yang bisa dijangkau oleh pembatik yang rata-
rata berskala kecil dan menengah. Di
skala distribusi, pemerintah harus bisa menjamin ketersediaan infrastruktur
pasar yang mendukung terjadinya transaksi. Seperti yang kita tahu, sebagian transaksi
batik sekarang masih dilakukan di pasar tradisional. Oleh karenanya, pemerintah
harus bisa menciptakan pasar tradisional seperti pasar Klewer ini menjadi pasar
yang tidak lagi kumuh dan semrawut. Menciptakan pasar yang nyaman, bisa diakses
oleh pedagang maupun konsumen dengan leluasa. Pemerintah juga harus
memfasilitasi para pembatik untuk melebarkan sayap pemasarannya hingga ke luar
negeri, melalui pameran dan sebagainya.
Di sisi lain, pemerintah juga berharap
pembatik benar-benar meningkatkan kualitas batik yang mereka produksi. Jika
secara harga mungkin kita tidak akan bisa semurah produk China, untuk itu, kita
harus bisa memastikan bahwa kualitas yang kita tawarkan juga sebanding dengan
harga tersebut. Pemerintah juga berharap kepada pedagang untuk memberikan
service yang memuaskan saat transaksi, memberikan informasi yang benar mengenai
batik, sehingga setidaknya konsumen pun mulai terdidik soal batik.
Sedangkan kita sebagai konsumen, tak
cukup mewujudkan cinta terhadap batik hanya dengan memakainya saja. Sebaiknya
kita belajar juga mengenal batik Indonesia. Mempelajari kekhasannya
masing-masing, bahan, corak dan motifnya, sehingga kita dapat dengan mudah
mengenali mana yang batik Indonesia dan mana yang batik China. Kita harus
belajar mengenai pembuatan batik yang membutuhkan ketekunan dan ketelatenan,
sehingga bisa memahami mengapa harga batik tulis mahal. Kita sebaiknya juga
mencari informasi mengenai kualitas batik, sehingga tak mudah tertipu,seperti
yang kita ketahui belakangan ini banyak produk-produk asing yang memakai merk
dalam negri. Terakhir, kita juga belajar untuk ikhlas, ngak apa-apa lah membeli
batik lokal dengan harga yang lebih mahal, demi keberlanjutan usaha
saudara-saudara kita.
Lalu bagaimanakah nasib produk- produk domestik lainnya? Itu semua tergantung kita sebagai generasi – generasi muda untuk tetap membeli produk dalam negeri dan jangan mudah tertipu dengan produk yang asing itu semua demi kelanjutan nasib perekonomian negara kita yang tercinta ini.
Lalu bagaimanakah nasib produk- produk domestik lainnya? Itu semua tergantung kita sebagai generasi – generasi muda untuk tetap membeli produk dalam negeri dan jangan mudah tertipu dengan produk yang asing itu semua demi kelanjutan nasib perekonomian negara kita yang tercinta ini.
Namun, Jika sekali saja kita salah
langkah, AFTA – CHINA justru akan membabat habis sektor industri dan
mengancam bertambahnya angka pengangguran di dalam negeri. Konsekuensinya akan
berimbas pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebab, produk-produk yang
dihasilkan oleh para buruh nasional tidak mampu bersaing di pasar.
Ketidakmampuan dalam persaingan tersebut berdampak pada produk yang dibuat oleh
para buruh dalam negeri mau tidak mau harus gulung tikar. Pemerintah juga harus
ikut serta dengan meningkatkan kesejahteraan para buruh, jika kita lihat
dari sistem Pemerintah China mereka sangat konsen untuk mendukung tingkat
kesejahteraan buruh sebagai faktor produksi industrinya. Pemerintah telah
menyediakan sistem infrastruktur yang mendukung kenyamanan dan kesejahteraan
bagi para buruh. Sistem transportasi publik yang gratis bagi buruh. Begitupun
dengan biaya pendidikan yang diberlakukan secara gratis.
Dengan begitu, imbalan yang diterima oleh
buruh China dan Indonesia secara kualitatif mempunyai nilai yang berbeda. Buruh
Indonesia harus menghitung kembali gaji yang mereka peroleh untuk
berbagai macam pengeluaran. Sedangkan Buruh China hanya akan melakukan
pengeluaran dari imbalan yang diterimanya untuk biaya konsumsi sehari-hari
saja.
”Mari
Bersama Kita Hadapi AFTA-CHINA”
Pada januari
2010 seperti yang telah kita ketahui negara kita telah menandatangani
perjanjian ASEAN Forum Trade Agreement - China, sementara persiapan di tingkat
akar rumput masih minim. jika dibatalkan, harga diri bangsa jadi taruhan.
AFTA - China sebagai bagian dari program
pasar bebas yang tak bisa dihindarkan lagi. tidak ada altematif lain, kita
harus menghadapinya sebagai tantangan. Tantangan untuk maju, tantangan untuk
siap bersaing dengan negara mana pun termasuk China dan tantangan untuk menunjukkan
kemandirian ekonomi kita.
Salah satu cara untuk mengantisipasinya, kita perlu
terus menggelorakan semangat "aku cinta produk
Indonesia".
Kalau perlu dengan tekad bulat sehingga produk dalam negeri benar-benar lebih
di utamakan oleh masyarakat luas di seluruh pelosok Tanah Air.
Dengan terus-menerus mendorong diri kita
untuk tidak membeli barang-barang impor dan lebih diarahkan untuk menggunakan
produk-produk dalam negeri, dampaknya pasti akan sangat luar biasa,
Barang-barang asing bisa saja menjadi tak laku di pasaran, Dengan demikian, hal
ini tentu akan bisa semakin meningkatkan kembali dunia usaha dan industri
nasional kita.
Menghadapi China - AFTA, yang terpenting,
bagaimana kita mengantisipasinya. Kalau negara-negara lain yang selevel kita,
seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Brunei Darussalam saja
menyatakan siap, Indonesia juga harus siap, Kalau perlu kita harus menunjukkan
kesiapan yang lebih.
Bangsa Indonesia punya harga diri jangan
sampai gara-gara kita menolak China - AFTA lantas level kita direndahkan dan
dianggap sekelas Myanmar, Kamboja, dan Laos yang akan menerapkan pasar bebas
mulai 2015. Ingat, ketika sebuah kesepakatan telah ditandatangani maka harus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Jangan sampai kita disebut sebagai bangsa
pecundang, bangsa yang mudah menyerah karena mundur dari kesepakatan pasar-
bebas dengan alasan belum siap. Melalui proses yang rumit mungkin bisa saja
keinginan tersebut dipenuhi tapi jangan kaget kalau Indonesia nanti tak
dianggap lagi dan tak diikut sertakan dalam forum-forum pergaulan
internasional.
Jadi sebaiknya Kita harus banyak belajar dari negara
berkembang salah satu nya seperti korea selatan. Salah satu faktor yang
menyebabkan Korea Selatan mempunyai perekonomian yang baik adalah rasa nasionalis
yang tinggi, yaitu mencintai produk dalam negeri. Sebaiknya kita meniru
perilaku tersebut. Dan yang terpenting adalah kesadaran dari dalam diri kita,
bukannya dalam bentuk paksaan. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki
jumlah penduduk yang besar sehingga memiliki potensi yang cukup besar untuk
mendongkrak perekonomian. Dengan tersedia SDM yang cukup besar dapat menunjang
untuk menjadi negara Industri, seperti AS, Jepang, Jerman, dll. Hebatnya Korsel
adalah, keterlambatan Negara nya bangkit daripada Indonesia tetapi
perekonomiannya cukup jauh meninggalkan Indonesia. Dan mencintai produk dalam
negeri adalah kunci utamanya untuk bangkit.
Walaupun di Indonesia, ajakan untuk mencintai produk
dalam negeri sudah mulai gencar dipublikasikan. Tetapi, pengaruhnya tidak
begitu terlihat, bahkan bisa dikatakan sama sekali tidak terlihat. Masyarakat
masih belum mempercayai kualitas produk dalam negeri, sungguh sangat
memprihatinkan. Imej bahwa produk dalam negeri mudah rusak dan kualitasnya
biasa – biasa aja sudah hinggap di pikiran mereka. Apalagi beberapa produk luar
negeri yang lebih murah, merupakan salah satu pemicu untuk tidak membeli produk
dalam negeri. Bayangkan, jika semakin banyak penduduk Indonesia yang membeli
produk luar negeri, sama saja kita mensejahterakan Negara lain. Dan lama
kelamaan, perusahaan dalam negeri akan jatuh.
Alternatif lain dalam meningkatkan perekonomian
Indonesia adalah dengan cara bekerja pada perusahaan dalam negeri. Walaupun
rata-rata besarnya gaji tidak sebanyak perusahaan internasional, hal ini dapat
menunjukkan rasa nasionalisme kita. Semakin banyak orang – orang Indonesia yang
akan bekerja pada perusahaan dalam negeri akan meningkatkan peluang
diperolehnya SDM yang berkualitas sehingga menunjang dalam peningkatan produk dalam
negeri.
Tidak hanya itu, harus juga diimbangi dengan
peningkatan pendidikan sehingga dihasilkan SDM yang benar – benar berkualitas
karena produk dalam negeri seharusnya juga dibuat oleh penduduk Indonesia. Dan
kita sebagai generasi muda Sudah saatnya berpikir untuk jangka panjang.
Meningkatkan perekonomian dengan cara mencintai produk dalam negeri.
Seperti yang dikatakan bapak Heppy Trenggono(koord. Beli Indonesia) ;
“Membeli Indonesia. Membeli produk bukan
karena lebih baik, bukan karena lebih murah tapi karena buatan Indonesia. Membela Indonesia. Sikap jelas dalam
pembelaan. Membela martabat bangsa, membela
kejayaan bangsa.
Menghidupkan Persaudaraan. Aku ada untuk
kamu, kamu ada untuk aku, kita ada untuk tolong menolong”. Saya sangat setuju dengan beliau, kata-katanya mampu
memotivasi/mengerakkan hati saya untuk lebih
mencintai produk indonesia.
Ayo..!!! sama-sama kita ucapkan “Aku Cinta Produk
Indonesia” yaa..seperti
itu.... kalau bisa di ulang kembali agar selalu ada dalam ingatan kita..
Mungkin kata-kata itu sudah tidak asing lagi di telinga
kita Sebuah kalimat yang tidak henti-hentinya dilontarkan pihak pemerintah dan
produsen dalam negeri yang menyiratkan ajakan untuk seluruh masyarakat agar
membeli dan memakai produk-produk yang diproduksi oleh produsen domestik. Hal
ini dikarenakan pembelian produk dalam negeri yang memiliki dampak luar biasa
terhadap perekonomian bangsa. Pembelian produk dalam negeri juga
menumbuhkembangkan jati diri bangsa Indonesia di mata internasional.
Seperti yang kita ketahui
sekarang ini, pemerintah dan perusahaan domestik tengah berupaya agar
masyarakat dapat membeli produk-produk dalam negeri. Salah satunya adalah
dengan gencarnya iklan dan reklame yang dipasang di setiap media yang berisi pesan
untuk selalu membeli dan memakai produk-produk dalam negeri sebagai cerminan
rasa nasionalisme dan bela negara. Selain itu, pemerintah juga telah
mengeluarkan instruksi tertulis dalam Inpres No.2 Th. 2009 Tentang
Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang dan Jasa. Hal
ini juga telah dikuatkan dengan Inmenperdag yang mengharuskan setiap unsur
pemerintah melakukan pengadaan barang dan jasa dengan produk dalam negeri.
Namun sebagian besar masyarakat tetap
tidak menghiraukan imbauan tersebut. sementara industri lokal tidak dapat
bersaing di negeri sendiri dan tertatih-tatih untuk tetap bertahan.
Dalam hal ini, konsumen yang rasional
tidak akan memilih produk dalam negeri yang tidak memiliki daya saing hanya
berdasarkan anjuran pemerintah. Anjuran menggunakan produk-produk dalam negeri
memang bukan merupakan hal yang negatif. Namun, hal ini akan menjadi inefektif
ketika pemerintah hanya bergerak sendirian. Sehingga dibutuhkan peran setiap
elemen masyarakat dalam menjadikan produk-produk dalam negeri dapat diminati,
salah satunya adalah pelaku bisnis lokal.
Christian Lovelock : mengemukakan bahwa konsumen tidak akan membeli sebuah produk yang telah dipersepsikan memiliki benefit yang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan konsumen. Sama halnya dengan produk-produk dalam negeri yang secara umum telah dipersepsikan negatif dengan konsumen lokal. Disinilah peran pelaku bisnis lokal dalam menawarkan produknya ke pasar. Pelaku bisnis lokal tersebut memiliki pemikiran bahwa konsumen tidak akan terpengaruh hanya pada anjuran pemerintah, dan konsumen akan berfikir secara rasional di dalam melakukan pembelian. Produsen lokal juga harus mengerti bahwa produknya harus menyesuaikan dengan apa yang diinginkan konsumen.
Christian Lovelock : mengemukakan bahwa konsumen tidak akan membeli sebuah produk yang telah dipersepsikan memiliki benefit yang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan konsumen. Sama halnya dengan produk-produk dalam negeri yang secara umum telah dipersepsikan negatif dengan konsumen lokal. Disinilah peran pelaku bisnis lokal dalam menawarkan produknya ke pasar. Pelaku bisnis lokal tersebut memiliki pemikiran bahwa konsumen tidak akan terpengaruh hanya pada anjuran pemerintah, dan konsumen akan berfikir secara rasional di dalam melakukan pembelian. Produsen lokal juga harus mengerti bahwa produknya harus menyesuaikan dengan apa yang diinginkan konsumen.
Produk-produk yang ditawarkan harus
memiliki kualitas yang sesuai atau lebih tinggi dengan biaya yang
dikeluarkan konsumen. Dan produk-produk tersebut harus memiliki
competitive advantage, yaitu keunggulan produk tersebut yang tidak dimiliki
produk lainnya.
Selain itu, pelaku bisnis lokal harus
mengenali siapa konsumen yang sebenarnya. Perlu diketahui bahwa harga tidak
selamanya menjadi faktor utama sebuah produk akan diminati oleh sejumlah
kalangan. Banyak faktor lain selain harga yang dapat menentukan sebuah produk
dapat dibeli, seperti halnya kualitas, kemasan, merek, kesesuaian, dan masih
banyak lagi. Sehingga, faktor tingginya biaya produksi yang menaikkan harga
masih dapat dikendalikan dengan penyesuaian terhadap apa yang diinginkan
konsumen.
sumber : http://misleim-mizy.blogspot.com/2011/04/cintai-produk-dalam-negeri-untuk-hadapi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar