2.Bank Indonesia
2.1 Fungsi
bank Indonesia dalam lalu lintas keuangan.
2.1.1
Mengatur
dan menjaga kelancaran system pembayaran
Sesuai dengan Undang- Undang No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran
Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan
dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari
peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan
atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik
yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya
misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.
Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran
yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus
melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print
Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk
kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar
bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.
Pada sistem pembayaran non tunai,
saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh
perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral
antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan
pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer
elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem
pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis
warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan
terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk
penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.
Sementara itu dalam kaitannya dengan
pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar
masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat,
tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk
memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di
bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia
maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.
Dengan menerapkan system pembayaran yang
lancar dan aman merupakan salah satu prasayarat dalam keberhasilan
pencapaian tujuan kebijakan moneter. Sehubungan dengan hal tersebut Bank
Indonesia mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran melalui system
kewenangan dalam menetapkan penggunaaan alat pembayaran dan mengatur
penyelenggaraan jasa system pembayaran.
2.2 Fungsi
bank Indonesia dalam lalu lintas Moneter.
2.2.1 Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Dalam hal ini, Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai
dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka
pendek, menengah, maupun panjang
Implementasi
kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate).
Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak
langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto,
dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan.
Pendekatan
pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan
mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang
di dalam negeri.
a. Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan
untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan
mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui
penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah.
Penjualan
SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar
mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi
rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang,
baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.
b. Penetapan Cadangan
Wajib Minimum
Kebijakan ini mewajibkan setiap bank
mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya adalah persentasi tertentu
dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini tertuang dalam ketentuan Giro
Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima bank, yang
wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.Apabila
Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter maka
cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya.
c. Peran sebagai
Lender of The Last Resort
Bank Indonesia juga berfungsi sebagai
lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang
mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya
mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu maksimal 90
hari, dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas
tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah
pinjaman.
d. Kebijakan Nilai Tukar
Nilai tukar yang lazim disebut kurs,
mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam
mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk
terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha.Secara
garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai
tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978,
sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai
tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus
1997.Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah
sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar
pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan.Untuk menjaga
stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan
sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs
yang berlebihan.
e. Pengelolaan
Cadangan Devisa
Cadangan devisa merupakan posisi bersih
aktiva luar negeri Pemerintah dan bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk
keperluan transaksi internasional.Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank
Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan
daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap
mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional, sehingga
tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portfolio komposisi
jenis penempatan cadangan devisa.Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal,
Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta
asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut
diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh
jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih
baik.
f. Kredit Program
Dengan status Bank Indonesia sebagai
otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program yang selama ini
dilakukan selanjutnya berada di luar lingkup tugas Bank Indonesia.
Tugas
pemberian kredit program akan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan tugas ini dimaksudkan agar Bank Indonesia
dapat lebih memfokuskan perhatian pada pencapaian sasaran-sasaran moneter serta
agar dapat tercipta pembagian tugas yang baik antara Pemerintah dan Bank
Indonesia. Indonesia di beri kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter
melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi
serta melakukan pengendalian jumlah uang yang beredar dengan menggunakan
berbagai intrumen kebijakan moneter.
2.3 Fungsi
bank Indonesia terhadap bank umum
2.3.1 Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai
jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai
lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank
Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari
terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup
penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya
diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu
terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR
dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun
masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard.
Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus
diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
2.4 Peraturan
perundang-undangan Banik Indonesia terbaru dan ringkasan pointnya.
2.4.1
Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/3/PBI/2013
1. Penyusunan Peraturan Bank
Indonesia ini ditujukan untuk meningkatkan transparansi dan integritas kondisi
keuangan BPR kepada publik melalui perubahan tata cara pengumuman laporan
publikasi, serta penambahan informasi dalam Laporan Keuangan Publikasi dan
Laporan Tahunan antara lain berupa rasio-rasio keuangan pokok dan informasi
penting lainnya serta penyesuaian dengan standar akuntansi yang berlaku bagi
BPR yaitu SAK ETAP dan PA BPR. Hal tersebut merupakan salah satu respon Bank
Indonesia terhadap kebutuhan bank umum dalam rangka meningkatkan kerjasamanya
dengan BPR (linkage program) untuk membiayai UMK.
2. Peraturan ini juga menambahkan pengaturan mengenai hubungan antara BPR, akuntan publik dan Bank Indonesia melalui perubahan ruang lingkup perjanjian antara BPR dan Akuntan Publik, serta kewajiban akuntan publik kepada Bank Indonesia sehingga Bank Indonesia dapat memperoleh informasi sedini mungkin dari hasil audit akuntan publik.
3. Beberapa pokok perubahan dalam PBI No. 15/3/PBI/2013 antara lain :
a. Laporan Keuangan Tahunan disusun sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR yaitu Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dan Pedoman Akuntansi BPR (PA BPR)
b. Perubahan dan penambahan pengaturan Laporan Tahunan yang meliputi mengenai batas waktu penyampaian Laporan Tahunan terutama Laporan Tahunan yang tidak wajib diaudit oleh Akuntan Publik, materi Laporan Tahunan, penandatanganan Laporan Tahunan, serta perubahan definisi belum menyampaikan Laporan Tahunan.
c. Perubahan dan penambahan pengaturan Laporan Keuangan Publikasi antara lain mengenai tata cara publikasi, batas waktu pengumuman terutama untuk Laporan Keuangan Publikasi yang tidak wajib diaudit oleh Akuntan Publik serta pengaturan penandatanganan Laporan Keuangan Publikasi.
d. Penambahan pengaturan hubungan BI, BPR dan Kantor Akuntan Publik antara lain meliputi ruang lingkup audit, kewajiban menyampaikan informasi oleh KAP kepada BI, serta batas waktu penyampaian laporan hasil audit dan surat komentar oleh KAP kepada BI
e. Keadaan memaksa (force majeure) yaitu membatasi bahwa pengecualian yang diberikan kepada BPR hanya diberikan hingga keadaan memaksa atau berdasarkan pertimbangan BI telah dapat teratasi
f. Sanksi terkait dengan perubahan pokok-pokok ketentuan,
2. Peraturan ini juga menambahkan pengaturan mengenai hubungan antara BPR, akuntan publik dan Bank Indonesia melalui perubahan ruang lingkup perjanjian antara BPR dan Akuntan Publik, serta kewajiban akuntan publik kepada Bank Indonesia sehingga Bank Indonesia dapat memperoleh informasi sedini mungkin dari hasil audit akuntan publik.
3. Beberapa pokok perubahan dalam PBI No. 15/3/PBI/2013 antara lain :
a. Laporan Keuangan Tahunan disusun sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR yaitu Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dan Pedoman Akuntansi BPR (PA BPR)
b. Perubahan dan penambahan pengaturan Laporan Tahunan yang meliputi mengenai batas waktu penyampaian Laporan Tahunan terutama Laporan Tahunan yang tidak wajib diaudit oleh Akuntan Publik, materi Laporan Tahunan, penandatanganan Laporan Tahunan, serta perubahan definisi belum menyampaikan Laporan Tahunan.
c. Perubahan dan penambahan pengaturan Laporan Keuangan Publikasi antara lain mengenai tata cara publikasi, batas waktu pengumuman terutama untuk Laporan Keuangan Publikasi yang tidak wajib diaudit oleh Akuntan Publik serta pengaturan penandatanganan Laporan Keuangan Publikasi.
d. Penambahan pengaturan hubungan BI, BPR dan Kantor Akuntan Publik antara lain meliputi ruang lingkup audit, kewajiban menyampaikan informasi oleh KAP kepada BI, serta batas waktu penyampaian laporan hasil audit dan surat komentar oleh KAP kepada BI
e. Keadaan memaksa (force majeure) yaitu membatasi bahwa pengecualian yang diberikan kepada BPR hanya diberikan hingga keadaan memaksa atau berdasarkan pertimbangan BI telah dapat teratasi
f. Sanksi terkait dengan perubahan pokok-pokok ketentuan,
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar